People, Let's Look at Both Sides!
Juli 01, 2018
Siapa di sini yang masih sebel sama PPDB kemaren?
(SAYAAAAAAAAAA!!!)
source: google.com |
Pertama-tama, halo, salam kenal, mungkin kalian bingung apakah blog ini ada penghuninya atau enggak, jawabannya ada kok tapi yaaa.... maklumlah, penghuninya terlalu malas untuk menulis dan ujung-ujungnya malah nonton yutup. Tapi untunglah, Aisha kembali hadir dengan tulisan baru dan pandangan baru ^^
Buat kalian semua yang udah baru lulus SD/SMP dan mau masuk sekolah negri pasti baru aja dibuat deg-degan sama yang namanya PPDB. Tenang aja, you're not alone, aku juga kok. Mulai dari penyesalan akibat NEM kecil, kekesalan akibat lokal duluan tapi yang NEM-nya besar malah ikutan masuk sampai perasaan sakit hati karena di-PHP sama Kemdikbud gara-gara diperpanjang waktu pendaftarannya dari 3 hari jadi 4 hari (buat di DKI Jakarta, ya).
Eits, tenang dulu, buat kalian yang udah siap-siap mengeluarkan uneg-uneg dan kekesalan hati di Instagram Kemdikbud, sabar dulu ya. Hari ini aku mau sharing tentang perasaan dan pengalaman aku selama mengikuti PPDB 2018, feel free to share yours too!
Jadi buat kalian yang gak tau, PPDB adalah singkatan Pendaftaran Peserta Didik Baru. PPDB ini diadakan setiap tahunnya untuk murid-murid yang mau masuk SD/SMP/SMA/SMK Negri. Anyways, sebenarnya aku baru tau kalo ada PPDB untuk SD, gak tau deh tahun lalu ada atau enggak. Oh ya, tahun 2018 ini adalah tahun kedua (dan terakhir) aku ikut PPDB. Kalau tahun 2021 nanti udah SNM/SBMPTN kali ya.
Aku jujur ya, dari SD sampai SMP hasil NEM yang aku dapatkan gak pernah benar-benar memuaskan. I mean, it's not the worst, but it's definitely not good enough. Intinya aku bener-bener gagal masuk sekolah impian dalam dua tahun berturut-turut. Malah adikku yang berhasil 'menyelesaikan' impianku untuk masuk SMP tertentu dua tahun yang lalu, perhaps dia juga bakal masuk SMA tujuanku tahun depan (Aamiin).
Nah fenomena PPDB ini sebenarnya baru bener-bener aku perhatiin tahun ini, mungkin karena tahun lalu jiwa aku tuh masih jiwa anak SD yang gak ngerti apa-apa dan iya-iya aja kalo dimasukkin sekolah manapun.
Salah satu hobi baruku yang kudapat dari PPDB ini adalah bacain komentar-komentar di IG Kemdikbud. Aku gak sendirian kan? Semoga aja sih enggak or else I'll look super weird. But anyways, kalo kalian gak pernah baca komentarnya, baca deh, seru loh hehe...
Intinya isi komen-komen di IG Kemdikbud itu macem-macem, ada yang protes soal sistem zonasi, soal masalah lokal dulu baru umum, masalah NEM kecil ketendang terus, sampe protes ke yang protes soal NEM kecil karena ngerasa kurang kerja keras pas UN dulu.
I repeat, NEM-ku itu kecil. Well, sampai 300 sih, Alhamdulillah, tapi tentunya susah untuk mendapatkan SMA 'favorit' yang dari awal ada sekolah tujuanku. And yeah, I failed to get that school. Aku juga pingin kok ngeluh tentang soal UN yang HOTS-nya melebihi Jungkook BTS itu atau tentang sistem zonasi yang membingungkan dan dibukanya jalur lokal terlebih dahulu sampai emak-emak ikutan ribut mikirin strategi. Iya aku pingin banget ikutan komen tapi jangan deh, takut dosa :)
Set that aside, NEM besar atau NEM kecil kalian semua berhak masuk sekolah negri atau sekolah manapun yang kalian inginkan. Kalian semua juga berhak untuk mendapatkan pendidikan berkualitas dan masuk sekolah favorit. Kenapa? Karena kita semua sama-sama pelajar, pelajar Indonesia lagi.
Jadi everyone, stop fighting about NEM besar VS NEM kecil.
(Aku gak minta kalian berhenti komentar di ig Kemdikbud lho, soalnya kalo iya nanti hobi baru aku ilang dong *eh*)
Sebenarnya tuh fenomena yang bikin kesel dan menambah keseruan di komentar Instagram Kemdikbud adalah berantemnya pihak NEM besar dan pihak NEM kecil. Aisha di pihak siapa? Netral kok.... kayaknya (kemudian ditampar readers).
Salah satu alasan kenapa anak-anak Indonesia masih sering tawuran, berantem dan berdebat karena hal kecil adalah ini: kita cuma melihat dunia dengan satu cara. Cuma dari pihak kita doang, cuma dari tim kita doang. Gak pernah kita mencoba untuk melihat dari pihak orang lain, dari jendela tetangga (jangan lupa izin dulu, gaes).
Kasusnya tuh seperti ini: NEM kecil protes ke Kemdikbud karena sistem lokal yang membingungkan jadinya nama mereka ketendang-tendang terus dan udah pada putus asa gak bisa masuk negri dan kurang mampu untuk masuk swasta, padahal sekolah negri untuk semua kalangan baik yang NEM-nya beruntung atau kurang beruntung. Sementara itu, NEM besar protes ke Kemdikbud dan pemilik NEM kecil karena merasa terganggu dan dipojokkan, bilangnya NEM kecil salah karena gak belajar mati-matian dan bilangnya usaha tidak akan mengkhianati hasil jadi yang dapet NEM kecil pasti gak berusaha dengan baik.
Pertanyaannya, siapa yang benar siapa yang salah?
Dua-duanya benar.
Kita bahas dari sisi pertama dan sisi yang paling sering kulihat di IG Kemdikbud, NEM kecil. Udah dua kali aku kasih tau kalau NEM aku ini termasuk kecil, tapi sekali lagi aku mau jadi pihak penengah ya di sini.
Aku cerita dulu nih, tbh, I'm not a student who work had enough. Kedua orangtuaku udah ketar-ketir nge-push aku berkali-kali tapi aku selalu males, selalu ngerasa sekolah gak penting, dunia gak adil, dan bla bla bla. Baru di saat-saat terakhir aku bener-bener nge-push diri sendiri lebih dari sebelumnya. Pada akhirnya, hasil memang lumayan tapi tidak bagus. I cried a little bit when receiving my grade, tapi Alhamdulillah, orangtuaku tetep support aku dan aku berhasil keluar dari saat-saat down itu.
Tapi ketika PPDB datang, saat itulah aku kembali down. Aku gagal masuk SMA yang aku impi-impikan, gagal satu sekolah lagi sama sahabat-sahabatku. This time, I cried a lot, bahkan aku sampai ketendang tiga pilihan dan sempat berpikir untuk ikut jalur umum aja. But again, orangtuaku tetep support aku dengan sepenuh hati dan encourage aku untuk belajar lebih baik di SMA nanti supaya keadaan ini gak terulang lagi. Alhamdulillah, setelah Salat Istikharah dan ibadah lainnya ditambah bergalau-galau (tidak) ria, aku mendaftar PPDB jalur lokal lagi dan keterima di sebuah sekolah favorit di Jakarta Barat, di jurusan yang aku mau, Jurusan Bahasa ^^
Kembali ke topik, di sini aku mau meluruskan perspektif teman-teman yang Alhamdulillah nasibnya lebih beruntung dariku. Every student must've work hard, but you guys work harder. Jadi buat kalian yang terus bilang bahwa kita kurang usaha, kurang ini kurang itu, you guys are wrong. Well, mungkin ada beberapa anak yang emang udah males sekolah, pengennya tidur aja. Tapi percaya deh, semua pelajar pasti punya dorongan untuk belajar dan mencapai cita-cita mereka, sekecil apapun itu.
Ambil contoh, aku. Even though I said I didn't work hard enough, sebenarnya ada banyak usaha yang kulakukan untuk mencapai nilai yang kuinginkan. Kebetulan pas kelas 9 aku ini murid kelas unggulan (I know, mind blown) yang artinya temen-temen di sekitarku adalah mereka yang memiliki otak yang lumayan unggul. Aku belajar banyak dari mereka, walaupun diselingi main-main juga. Dan percaya atau enggak, waktu kelas 8 aku sempat ranking satu dan berhasil mempertahankan 10 besar saat itu. Kemudian dari kelas 8 aku juga udah ikut bimbel dan ketika kelas 9 aku malah memutuskan untuk drop salah satu projek nulis aku yang outline-nya udah jadi dari libur kenaikan kelas. Kemudian aku juga di-push lagi sama ortu ditambah pelajaran matematika super ribet dari ayah yang Alhamdulillah sangat berguna.
Mother always says that I'm a smart kid, I've never been dumb. Sayangnya, aku punya rasa kompetitif yang kurang dan terlalu banyak procrastinating~
Percaya atau enggak, sebagian besar anak yang NEM-nya kecil juga melakukan hal-hal yang sama seperti di atas. Bahkan ada yang berusaha lebih keras lagi. Buat kalian Tim NEM besar, aku harus setuju bahwa memang banyak kasus di mana anak yang terlihat lebih pinter malah dapet NEM lebih rendah. Aku dan teman-temanku yang lainnya ngalamin itu juga kok.
Jadi sebenarnya para pemilik nilai yang kurang beruntung usahanya juga keras, kita juga mengorbankan tenaga dan waktu untuk belajar. Kita juga punya hak untuk masuk SMA favorit, belajar dan jadi lebih baik, kemudian jadi seberuntung kalian yang saat ini sedang hoki banget. So, buat kalian yang mau protes ke pemerintah karena merasa dirugikan, itu sah-sah aja kok.
Tapiii.... bukan berarti kalian yang NEM-nya tinggi salah lho. Enggak kok. Look, I have a friend, dia NEM-nya paling tinggi seangkatan and I do have to say that he puts a lot effort in his study. Walaupun aku suspect dia emang udah pinter dari DNA-nya, tapi dia jelas bekerja lebih keras daripada aku.
Do I think he deserves what he got now? He definitely does!
Dan kalian yang belajar lebih keras dari kita-kita dan berhasil mendapatkan NEM bagus juga layak mendapatkannya! And I do have to say, congratulations!
Sekarang buat tim NEM kecil, mereka yang NEM-nya lebih beruntung dari kita memang telah bekerja lebih keras. Toh, kita semua belajar di saat yang sama, pelajaran yang sama, jangka waktu yang sama, dan dapat soal yang sama juga kan. Kenapa nilai mereka lebih bagus daripada kita? Because they put more efforts than us. They sacrifice more things than us.
And that's why they deserve better.
Gak salah kalo mereka bilang kita yang NEM-nya kecil seharusnya bekerja lebih keras, mereka tentunya akan kesel karena mentang-mentang NEM mereka besar jadinya disalahin sama kita-kita yang kurang beruntung. Mereka juga pasti udah ngerasain susah payah dan kerja keras, bahkan mungkin sampai jatuh sakit, makanya mereka protes.
So what's exactly the point?
The point is, semua pandangan benar. Mau kalian protes karena merasa dirugikan atau protes karena merasa dipojokkan, keduanya sah sah aja. Asal dengan ucapan yang baik karena ucapan mencerminkan pribadi kita. Selain itu, kita juga harus mikirin kedua sisi dan gak boleh jadi egois. Sebagai pelajar Indonesia, kita semua sama-sama belajar dan berusaha kok, jadi gak boleh saling menyalahkan ya, seharusnya malah saling dukung.
And big notice, buat kalian yang malah memaki-maki orang yang komen merasa depresi dan sakit karena NEM kecil dan ketendang mulu. Please be responsible and sympathetic, jangan sampai bikin orang lain malah down. Ini juga advice buat orangtua untuk enggak marahin anak-anaknya, tapi seharusnya menghibur dan support terus putra-putrinya. Jangan bikin orang lain kecewa dan sedih, itu keitung dosa juga lho.
Dan buat kalian yang masih mau komen di IG-nya Kemdikbud dan protes, silakan saja. Tapi inget ya, gunakan kalimat yang baik dan jangan jadi orang yang egois. For real, just don't hurt anyone. Mohon diinget juga kalau sistem yang diberikan oleh pemerintah sudah dipikirkan matang-matang, jadi jangan asal ceplas-ceplos ya.
Buat kalian yang gagal masuk PPDB lokal, tetep semangat! Jangan nyerah ya, pasti ada jalan keluarnya kok. Termasuk juga buat teman-teman yang PPDB lokalnya belum selesai/malah belum mulai, tetep semangat ya! Tetep berusaha dan jangan panik, berdoa terus ya. Insha Allah, kita akan diberikan jalan yang terbaik oleh Allah SWT.
Anyways, buat kalian yang kasusnya sama kayak aku: gagal masuk sekolah impian, jangan menyerah juga ya! Mungkin ini saatnya kita belajar hal baru dan keluar dari zona nyaman kita. Aku juga sedang berusaha untuk beradaptasi dan tetap ikhlas kok. But well, it's a story for another time.
So yeah, thank's for coming by this time. Maaf ya kalo ada typo(s) dan kesalahan-kesalahan lainnya, maaf juga kalau bahasa campur-campur hehe.
Feel free to leave your thoughts down below and be nice to one another. Good luck!
With love,
Aisha.
Aisha.
3 comment[s]
Hihi, first time baca tulisan Aisha langsung "wow". Senang baca gaya tulisanmu, Aisha. //
BalasHapusDan postingan ini best lah! Bener banget, kita harus lihat hal yang terjadi dari banyak sisi. Ambil hikmahnya. And don't hurt anyone. Saling dukung dan menyemangati. Pokoknya senang dengan tulisanmu di sini. Lumayan memotivasi kakak untuk pandai menulis dengan lebih baik lagi, hehe. Btw, Kak Ai juga INFP. Salam kenal ya. :"D
Alhamdulillah, selamat juga ya! Emang pas nih, masuk jurusan bahasa. >v< Ditunggu postingan lainnya! :"D
Yeaaayyy salken dan #TeamINFP ya :)
Hapuskuşadası
BalasHapussakarya
sinop
bolu
burdur
06D8MW