The Real Issue: Sexual Harassment

Agustus 26, 2018

sc: pinterest.com
Warning: This will be a pretty sensitive topic.

Hari ini aku mau ngomongin soal topik yang biasanya kutahan-tahan karena topik ini sensitif banget dan salah tulis sedikit bisa-bisa aku dipenjara or something.

But I've been doing a lot of thinking and research for this. Artikel ini akan aku edit berkali-kali supaya gak menyinggung pihak manapun. Semoga kalian bisa ambil yang baik-baiknya ya!


Sebenarnya ini kasus lama. Kalian pasti tau skandal seorang rapper Indonesia yang verbally harrased Lisa Blackpink. Gak usah disebutlah ya siapa. Emang sih ini kasus udah cukup lama, tapi yang mau aku omongin di sini bukan orangnya.

Kalo kalian males googling, intinya rapper ini sedang melakukan unboxing album-nya Blackpink yang Square Up dan dia (sebagai fanboy beruntung) dapet foto-foto biasnya, Lisa. Basically, video yang tadinya innocent dan malah seru buat K-Popers berubah menjadi sangat kontroversial karena kata-kata yang dilontarkan oleh rapper ini. Kalimatnya itu... gimana ya ngomongnya? Lumayan kasar. Udah disensor sih, tapi sensor di media kadang gak ada gunanya sama sekali.

Yah, intinya rapper ini bilang kalo foto-foto Lisa ini bisa dijadikan bahan 'pemuas'-nya.

See, that was harsh.

Otomatis fans Blackpink dan Lisa langsung marah. Jujur aja ya, aku sebagai K-Popers mengakui bahwa teman-teman 'seperjuanganku' sering banget triggered dengan sangat mudah dan kadang responnya berlebihan dan jatuhnya lebay. Banyak juga orang-orang Indonesia yang ngatain kita sebagai lebay.

Common word:

'Halah, plastik lebay.'

'Plastik berulang lagi.'

'Maklumin aja, fans plastik emang suka begitu.'

'Saya mencium bau-bau plastik~' (hmmmm-nisa sabian)
Ya, kira-kira seperti itulah.

Sekali lagi, K-Popers memang gampang kepancing emosinya apalagi kalau itu berhubungan dengan idol-nya. Tapi kali ini, aku gak ngerasa kita lebay. Kenapa? Karena menurutku apa yang udah si rapper ini katakan bener-bener keterlaluan. Apalagi dia ngelakuin itu ke cewek. As a girl, I'm pretty much pissed.

Tapi seperti kataku di atas, aku gak akan ngomongin orangnya. Kita lihat masalahnya aja. Sexual harassment secara verbal maupun non verbal.

Stereotype orang Indonesia itu ramah dan sopan. Which, if you see it in moral side, it's true. Kita emang menjunjung tinggi moral dan keramahtamahan, ketemu orang asing aja kita senyum. But in real life, I don't think our mindset is as good as what people think.

Kekerasan seksual (verbal/non-verbal) sebenarnya udah sangat lazim di Indonesia. Saking lazimnya sampai gak ada yang sadar, yang ngelakuin gak sadar, yang jadi korban juga gak sadar. Kalaupun yang jadi korban sadar, nantinya korban malah dianggap buruk dan 'memancing' kekerasan seksual itu.

Waktu aku MOPDB aku pernah dikasih materi tentang sexual harrasment. Kita semua tau kalau kekerasan seksual bisa terjadi sama siapa aja, gak peduli apapun gender maupun umurnya. Tapi kebanyakan korban itu wanita.

Kita mulai dari yang paling common aja deh, kekerasan seksual secara non-verbal. Jadi si korban secara langsung mendapat perlakuan yang tidak senonoh, misalnya disentuh bagian private-nya atau bahkan diperkosa.

Kemudian, kekerasan seksual yang lain adalah secara verbal. Lewat kalimat. Inilah yang terjadi pada Lisa BP. Emang sih dia gak secara langsung mengalami sexual harrasment, tapi kata-kata si rapper sebenarnya merendahkan martabat perempuan sekaligus sexualized perempuan itu sendiri. Contoh lain dari verbal sexual harrasment adalah cat-calling, yaitu ketika kita lagi jalan dan dipanggil-panggilin sama orang gak dikenal karena mereka melihat kita sebagai 'objek' bukan subjek.

Nah, kekerasan seksual secara verbal ini adalah jenis yang paling jarang diangkat dan dideteksi. Ketika seseorang menggunakan kalimat yang jatuhnya sexualized/merendahkan lawan jenis, biasanya akan dianggap bercanda.

'Ah, namanya juga cowok.'

'Ya namanya cewek, mau gimana lagi?'

Mau gimana lagi? Mau perbaikin akal sehat, gimana?

Commonly, ketika seseorang (terutama wanita) menjadi korban sexual harrasment orang-orang akan nganggep hal itu tabu dan memperlakukan mereka seakan-akan mereka itu... ah, begitulah. Dan biasanya orang-orang, bukannya ngebela si korban, malah nyalahin si korban.

Ketika seorang cewek dengan celana legging dan kaos di cat-calling, orang-orang akan bilang: "Makanya pake baju yang sopan."

Ketika seorang seorang cewek dengan kaos lengan panjang dan hijab di cat-calling, orang-orang akan bilang: "Makanya pake baju yang longgar."

Ketika seorang cewek dengan rok panjang dan hijab di cat-calling, orang-orang akan bilang: "Makanya pake cadar."

Ketika seorang cewek bercadar di cat-calling, orang-orang akan bilang: "Makanya jangan jalan sendirian malem-malem."

Terus kalo cewek bercadar, jalan bareng temen-temen SIANG-SIANG dan masih di cat-calling juga, kalian mau bilang apa? Makanya jangan jadi cewek?

Kalau kita ngeliat berita-berita tentang kekerasan seksual di koran ataupun media lainnya, yang ditulis pasti 'korban memakai rok mini' atau 'korban berjalan sendirian di malam hari.' Isi beritanya juga bukannya memberi pencerahan pada warga supaya lebih aware akan sexual harrasment, malah ngasih pertanyaan kalo 'kekerasan seksual itu wajar aja kalo kalian pake baju ketat dan jalan di malam hari,' 'kekerasan seksual itu wajar aja kalo kalian cewek.'

Di sini aku mau bilang kalau, ya, ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan kekerasan seksual itu terjadi. Penampilan salah satunya. Tapi kita ini manusia. Ingat, manusia adalah binatang yang berakal. Kalo teori-nya Darwin benar, sebenarnya kita ini masih sesaudara sama monyet, tapi ketika dikatain monyet ogah. Kenapa? Karena kita punya akal. Punya pikiran. Punya moral.

Iya, laki-laki memang punya hormon testosteron, perempuan emang ada yang suka pake legging ketat. Tapi kita kan punya akal, tahu moral, seharusnya bisa dikendalikan. Kalau gak bisa sama aja kayak binatang dong?

Dan jangan bilang kalian merasa gak punya akal atau orang-orang di internet gak punya akal. Seharusnya punya. Kalau gak punya gimana bisa ngebuka internet?

Sebenarnya kita gak bisa cuma nyalahin setiap individu aja terkait masalah ini. Media pun bersalah, akademik pun bersalah, tabu dan stereotipe pun bersalah. Seandainya media gak mendorong orang untuk berpikir bahwa korban kekerasan seksual selalu salah, mungkin kita bisa lebih aware akan hal itu. Seandainya sex education gak tabu dan dapat dijelaskan dengan benar, kita pasti bisa jadi lebih mengerti dan menghargai. Seandainya korban sexual harrasment gak dianggap tabu, mereka pasti bisa tertolong.

Kebanyakan korban kekerasan seksual takut buat nyeritain pengalamannya. Bukan karena gak mampu, tapi karena pandangan orang-orang sama mereka. Kalau mereka cerita ke orangtua, mereka akan dianggap pencemar nama baik keluarga. Kalo mereka cerita ke teman, bisa di-bully. Apalagi cerita ke polisi, bisa-bisa ditanyain pake baju apa pas kejadian itu terjadi.

Pada akhirnya mereka akan berjuang sendiri. Trauma. Jalan mereka bisa hancur karena gak dapet pertolongan. Padahal mereka bisa dapet masa depan yang sama baiknya dengan orang lain kalau dapat pertolongan.

Terus ada lagi kasus yang bikin aku greget. Aku baca ini udah cukup lama dan dapet dari twitter. Intinya seorang anak (seusia aku kayaknya) menjadi korban kekerasan seksual, orangtuanya malu dan dia diusir. Begitu sampai di desa sebelah, dia malah DINIKAHKAN oleh yang melakukan kekerasan seksual padanya.

What the actual-

Honestly, this whole things againts morality and humanity. And then we call ourselves human.

Kekerasan seksual adalah isu yang besar dan serius. Itu bukan masalah sepele yang terjadi karena penampilan aja. Man can sexualized woman because they want to and vice-versa. Memang ngomongin tentang kekerasan seksual itu masih sangat tabu, boro-boro kayaknya ngomong ke guru BK aja gak enak rasanya. But we can start to change people's mindset from ourselves. Kita bisa berhenti menyalahkan korban dan membantu mereka. Kita bisa berhenti sexualized both man or woman.

Caranya gampang, mulai aja dari diri sendiri. Don't sexualized man/woman, don't blame the victim, don't kick them out. Hug them, give them love.

We can break the streotype and find justice. We can bring back humanity.

Love,
Aisha.

You Might Also Like

5 comment[s]

  1. Huaaaa, Kak Aisha :( Ayo, banyakin tulisan kayak gini lagi, Kak :D

    Aku sudah lama pengen nulis kayak gini juga, cuma merasa belum "berhak" buat nulis. Rasanya lega bacanya. Akhirnya ada juga yang nulis tentang ini ~

    BalasHapus
  2. Ngomong-ngomong soal "cat-calling" /eh, benar kan, tulisannya?/, aku juga sering di gituin. Walaupun menurutku waktu itu bajuku sudah cukup tertutup untuk di bilang sopan. Udah berjilbab, udah pakai rok.

    Mungkin orang yang gituin kita ngerasa cuma bercanda. Tapi, kan, tetap aja risih ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa... digituin pasti gak enak tapi orang-orang udah nganggep biasa :(
      Semoga kedepannya kita dan yang lain gak kayak gitu lagi yaa

      Hapus
  3. Hmm, menurut kamu, gimana sama cewek2 yang "Anjirr abs nya woi ga nahan, basah woi basah." Nah, basah disini itu gaada hubungannya sama iler ya, hubungannya itu langsung sama yang dibawah. Terus sama yang baru2 kemarin komentarin salah satu atlit sampai bilang hamil online segala. Menurut kamu itu sexual harrasment bukan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, baru liat!
      I would say so, dan itu mungkin bisa termasuk cat calling (surprise, surprise, cowok juga bisa kena cat calling). I wouldn't say that I've never done that, bcus I have, but it is indeed a bad thing. Alasan kenapa ini sangat common adalah karena cewek2 tersebut 'memuji' mereka. You'll be happy if someone call you 'body goals' and that is normal, so karena orang merasa 'memuji' itu baik, they keep on doing it... until it gets a little too much.

      Menurutku kalau sudah melewati batas privasi, sudah menimbulkan ketidaknyamanan, itu sexual harrasment. Kasusnya sama seperti Lisa BP yang aku sebutin di atas, orang memuji Lisa cantik itu biasa (I mean, she really is pretty), tapi kalau sudah melewati batas ya tentu aja gak baik. See, what I mean? If it cross the line, it's not good and will never be good.

      Kalau soal yang atlet itu, I think we are all agree that it's disgusting. Jangankan bagi si atlet, kita aja merasa gak nyaman melihatnya.

      Hapus